ASI ( Air Susu Ibu )

– more fresh… HEALTHIER and free –

Tiga Penghambat Pemberian ASI

[ Selasa, 27 Mei 2008 ]

KESEMPURNAAN nilai gizi ASI (air susu ibu) tak tergantikan oleh susu formula apa pun. Namun, ada tiga hal yang mengakibatkan ASI tak dapat diberikan secara eksklusif.

Menurut Prof Dr dr Boerhan Hidajat SpA(K), hal pertama yang jadi penghambat pemberian ASI adalah kurangnya persiapan menyusui. Padahal, persiapan seyogianya dimulai sejak kehamilan. ”Niat untuk menyusui akan mendorong seorang ibu melihat kemungkinan ASI bermasalah,” ujar spesialis anak dari RSU dr Soetomo Surabaya itu. Misalnya, puting susu tak menonjol. Selanjutnya, kaum ibu dapat bertindak mencari solusi. Selain itu, kondisi psikis ibu hamil juga berpengaruh kepada produksi ASI setelah melahirkan. Untuk memompa produksi ASI, inisiasi dini sangat dianjurkan. Sebab, secara naluriah, itu akan mendorong semangat ibu untuk menyusui.

Faktor penghambat kedua adalah anggapan menghentikan ASI bisa dilakukan dengan mudah. Misalnya, ketika ibu sakit serta merta menghentikan ASI. ”Ini tidak bisa dibenarkan. Meskipun ibu sakit, ASI tetap aman untuk diberikan kepada bayi,” tegas staf pengajar bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unair tersebut. Saat ibu sakit, tubuh akan memproduksi antibodi untuk membentuk kekebalan tubuh yang ikut terminum bayi melalui ASI. ”Asal bukan penyakit yang berbahaya seperti HIV/AIDS, tak ada alasan menghentikan pemberian ASI,” imbuhnya.

Penghambat yang terakhir, adanya informasi menyesatkan maupun mitos masyarakat. Informasi tentang susu formula yang dikatakan bisa menggantikan ASI tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis. ”Semua bahan yang dikatakan terdapat di susu formula seperti AA-DHA atau bahan yang lain, ada dalam ASI,” terang pria yang dikukuhkan sebagai guru besar Unair ke-350 Sabtu (24/5) lalu itu. Sebab, lanjutnya, komposisi ASI tersebut paling tepat dan tidak bisa digantikan.

Sedangkan yang terkait mitos, antara lain, pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Prof Boerhan mencontohkan masyarakat Madura. Di sana, bayi berusia tiga minggu sudah diberi pisang yang dihaluskan. Memang, secara fisik bayi terlihat gendut dan lucu. Tapi, justru asupan gizi yang diberikan tidak seimbang. ”Tubuh bayi kelebihan lemak. Sedangkan gizi yang lain tidak ada,” jelas konsultan gizi dan penyakit matabolik anak itu. Fenomena tersebut sering disebut sugar baby.

Rasa kenyang berlebihan pada bayi yang diberi makanan pendamping terlalu dini mengurangi kemampuannya minum ASI. Padahal, perkembangan otak bayi membutuhkan gizi lengkap dari ASI. ”Jangan gegabah menambah makanan untuk bayi. Karena periode perkembangan otak tidak bisa diulang,” ungkap pria kelahiran Sumenep, Madura, itu. Kegagalan pemberian ASI kepada bayi berusia kurang dari enam bulan akan mengurangi potensi kecerdasan anak. Sebab, kekurangan gizi pada bayi berusia kurang dari enam bulan dapat menghambat perkembangan otak 15-20 persen. (uji/nda)

Sumber : Indopos

May 27, 2008 Posted by | Article | Leave a comment