ASI ( Air Susu Ibu )

– more fresh… HEALTHIER and free –

ASI Masih Berperan Merangsang Pemberian Makan Anak

Senin, 26 Sep 2011 08:53 WIB

Oleh : Tri Niswati Utami, M.Kes. Umumnya anak yang mendapat ASI akan lebih cepat dan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap makanan pendamping yang merupakan makanan baru dibandingkan dengan anak yang mendapat PASI (Pengganti Air Susu Ibu) yang lebih dikenal dengan istilah susu kaleng.

ANDA pernah mengalami kesulitan memberi makan pada anak..?. Kita sering mendengar percakapan ibu-ibu di Posyandu, klinik, atau pelayanan kesehatan lainnya. “Aduh..,anak saya tidak mau makan, apa yang harus saya lakukan..?” Demikian antara lain serangkaian keluhan para kaum itu mengenai anaknya. Tentu masih banyak lagi keluhan anak yang tidak mau makan, keadaan ini umumnya dialami pada anak usia Balita (usia di bawah 5 tahun). Bahkan kondisi ini dapat berlanjut hingga anak berusia 12 tahun. Namun sebagian orangtua menganggap hal ini wajar dan biasa saja karena tidak ada gangguan terhadap aktifitas anak. Anak tetap aktif, dan bermain.

Kesulitan makan pada anak usia balita jangan dianggap remeh, meskipun kondisi anak dalam keadaan sehat. Kesulitan makan pada anak terjadi jika anak tidak mau makan atau menolak untuk makan dan minum dengan jenis, jumlah yang sesuai berdasarkan usia secara fisiologi, yaitu dari mulai membuka mulutnya, mengunyah, menelan hingga di serap dalam pencernaan secara baik tanpa anak harus diberikan vitamin atau obat tertentu untuk merangsang nafsu makan.

Keluhan yang paling sering muncul adalah anak tidak mau makan, menolak makanan, makan di emut dan hanya mau minum susu saja. Kalau diberi makan muntah, mengeluh sakit perut bahkan ada yang disuruh makan marah dan mengamuk. Hal ini menjadi problem bagi para orang tua, dokter maupun petugas kesehatan.

Orangtua perlu mewaspadai jika anak terus menerus menolak untuk makan, sebab makanan diperlukan bagi tumbuh kembang anak secara optimal. Tumbuh kembang pada anak meliputi seluruh proses sejak masa bayi hingga dewasa. Jika asupan nutrisi yang dibutuhkan anak tidak mencukupi kebutuhan maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan berhubungan dengan perubahan dalam besar, ukuran, dimensi sel, dan organ individu. Dalam hal ini proses pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik. Sedangkan perkembangan menitikberatkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek sosial dan emosional. Dengan demikian perkembangan berkaitan dengan fungsi pematangan intelektual dan emosional individu.

Pada usia balita 1-5 tahun perkembangan otak anak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, dikenal dengan istilah “golden age”. Dapat dibayangkan jika pada masa penting “periode emas” tersebut kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi, daya tahan tubuh rendah, anak rentan terkena penyakit dan mudah terinfeksi, sering lelah, respon terhadap rangsang menurun sehingga sulit konsentrasi, gangguan dalam belajar berpengaruh terhadap daya ingat dan kecerdasan.

Dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat ketidakseimbangan asupan nutrisi berupa kurang gizi atau gizi buruk. Penyakit gangguan gizi yang banyak terjadi akibat kekurangan gizi adalah KKP (Kurang Kalori Protein) atau lebih sering disebut kwashiorhor, masyarakat awam menyebutnya busung lapar. Ciri penderita kwashiorhor anak tampak sangat kurus, berat badan kurang dari 60 persen dari berat badan ideal menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, sikap apatis terhadap sekitar, rambut kepala halus dan jarang serta berwarna kemerahan.

Sampai umur tertentu bayi yang mengkonsumsi Asi dan PASI (Pengganti Air Susu Ibu) dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tetapi ASI dan PASI saja tidak cukup dengan bertambahnya usia bayi berarti bertambah pula kebutuhan nutrisinya sehingga perlu makanan tambahan lainnya. Pemberian makanan pendamping selain Asi dan PASI pada bayi perlu disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan perlu pengaturan yang tepat agar diperoleh masukan yang adekuat.

Adakalanya bayi hanya mau minum susu dan tidak mau makanan lain karena makan tersebut baru baginya, untuk itu perlu diperkenalkan pada anak makanan lain secara bertahap selain Asi dan PASI seperti sari buah.

Umur anak dan kebutuhan makanan merupakan faktor utama pemberian makan pendamping pada anak. Dalam hal ini orang tua harus bijaksana dalam menentukan waktu yang tepat memberikan makanan pendamping, konsultasi dengan tenaga kesehatan diperlukan untuk mendapatkan informasi berbagai hal, termasuk umur yang tepat untuk diberi makanan pendamping, kebutuhan gizi, frekwensi pemberian, pengolahan makanan dan jenis makanan yang dapat diberikan.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi anak untuk makan di antaranya : gangguan nafsu makan, gangguan pencernaan (mengalami infeksi) dan gangguan psikologis.

1. Gangguan nafsu makan pada anak biasanya karena anak terlalu banyak minum susu botol dan tidak mendapat ASI. Jika anak sudah terbiasa dengan susu botol maka anak sulit untuk makan, karena si anak ketagihan susu botol dan tidak mengenal makanan lain.

2. Gangguan pencernaan, karena adanya penyakit atau gangguan dalam fungsi saluran pencernaan. Makanan yang masuk dalam lambung tidak dapat dicerna dengan baik oleh system pencernaan, terjadi reflux (aliran balik) ke bagian atas saluran pencernaan. Gejala yang menunjukkan adanya gangguan pada system percernaan pada anak ditandai dengan muntah, perut kembung, sering buang angin, sering “cegukan”, kesulitan buang air besar anak “ngeden” ketika buang air besar, kotoran berwarna hitam dan keras. Mengalami gangguan tidur malam, rewel dan mengigau. Biasanya disertai juga dengan gangguan pada kulit, timbul bintik-bintik di kulit atau biang keringat.

3. Gangguan psikologis dapat dianggap sebagai penyebab kesulitan makan. Meskipun bukan sebagai penyebab utama namun gangguan psikologis dapat menjadi pemicu anak tidak mau makan. Hal-hal yang mempengaruhi kondisi psikologis anak antara lain , waktu yang tidak menyenangkan, anak masih kenyang, anak terganggu secara emosional karena kurangnya perhatian keluarga, dan anak terlalu aktif sehingga mengalami kelelahan sehabis bermain. Jika hal ini terjadi jangan memaksakan anak untuk makan, biarkan anak beristirahat terlebih dahulu.

Kekhawatiran orang tua terhadap anak yang tidak mau makan karena anak tidak mengenal makanan pendamping atau makanan padat selain ASI dan PASI (Pengganti Air Susu Ibu) lantas membuat orang tua untuk mengenalkan makanan lebih dini pada anak, sejak bayi masih berumur dua bulan. Sehingga pada usia dua bulan bayi telah diberi makanan pendamping seperti nasi yang dibubur. Tradisi dan kepercayaan masyarakat berpengaruh terhadap pemberian makan, jika anak rewel orang tua beranggapan anak lapar sehingga perlu segera diberi makan, meskipun bayi baru berumur dua bulan.

Pendapat ini juga tidak benar, fakta menunjukkan bahwa anak yang terlalu dini diberi makanan pendamping justru pada usia 1 tahun ke atas anak tidak mau makan. Mengapa demikian..? secara fisiologi kebutuhan utama bayi baru lahir adalah terpenuhinya aktivitas pernafasan disertai dengan pertukaran gas yang efektif. Gerakan bayi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi, bayi akan menangis jika lapar, memutar-mutar kepala dan mencari puting susu.

Bayi memiliki rangsang “rooting reflex” atau rangsang menghisap dan menelan. Metabolisme pada bayi baru lahir terjadi secara an aerobik (tanpa oksigen) hal ini karena oksigen diperlukan untuk memenuhi efektifitas fungsi pernafasan, frekwensi pernafasan biasanya berkisar 35-50/menit.

Makanan padat yang diberikan pada bayi usia 2 bulan, akan menyebabkan bayi kesulitan menerima makanan tersebut karena bayi belum dapat mengunyah dan hanya mampu menghisap makanan. Di samping itu sistem pencernaan bayi belum matur untuk menerima makanan padat selain ASI dan PASI. Makanan padat yang diberikan memaksa system percernaan untuk bekerja lebih awal sebelum waktunya. Bayi belum mampu mengunyah makanan padat sehingga bayi beresiko tersedak dan besar kemungkinan dapat terjadi aspirasi.

Keadaan ini dikhawatirkan dapat mengganggu suplay oksigen sehingga tidak terpenuhinya pertukaran gas secara efektif yang mengakibatkan terjadi anoksia (tidak ada oksigen). Keadaan anoksia yang tidak segera mendapat pertolongan dalam waktu singkat dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan.

Belum ada bukti pemberian makanan padat sebelum usia 4 bulan akan menyebabkan pertumbuhan bayi yang lebih baik. Oleh karena itu bagi para orangtua untuk tidak “menyegerakan” memberikan makanan padat pada bayi sebelum bayi mencapai usia 6 bulan. Pemberian makan pada bayi disesuaikan berdasarkan usia bayi yaitu setelah berumur 6 bulan dan pemberiannya secara bertahap, mulai dari makanan cair (sari buah), biskuit, kue, makanan saring (tim), dan bubur nasi.

Pada tahap awal buah yang dapat diterima bayi biasanya bersifat air atau sari buah seperti sari jeruk, sari tomat atau sari apel. Sari buah ini dapat diberikan pada umur 2-3 bulan dan bila berat badan bayi telah mencapai 4,500 -5,000 gr. Tetapi buah yang berserat seperti pisang sebaiknya diberikan setelah bayi berumur tiga bulan. Serat pisang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, serat ini dapat bereaksi dengan asam lambung dan menimbulkan fitobezoar.

Setelah bayi berumur empat bulan dapat diberikan jenis buah yang kandungan airnya sedikit seperti alpukat. Untuk memperkenalkan variasi makanan pada bayi dapat diberikan biscuit, puding atau kue yang lembek yang terbuat dari tepung hunkwee.

Selanjutnya dapat dicoba makanan padat berikutnya untuk bayi adalah nasi tim setelah bayi berumur enam bulan. Pada umur 8-9 bulan makanan yang diberikan tidak lagi disaring. Bila anak telah berumur 10 bulan nasi diberikan dalam bentuk padat.

Memperkenalkan makanan pendamping sesuai dengan usia anak, membiasakan anak untuk makan pada waktunya, mengajarkan anak makan di meja makan bersama anggota keluarga lain, serta memberi kepercayaan penuh pada anak untuk menghabiskan makanan secara mandiri merupakan langkah awal mencegah kesulitan makan pada anak.

Bagi orang tua yang bekerja pemberian makanan lebih dipercayakan pada orang lain, pengasuh atau anggota keluarga lainnya sehingga kecukupan makan pada anak kurang mendapat perhatian.

Umumnya anak yang mendapat ASI akan lebih cepat dan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap makanan pendamping yang merupakan makanan baru baginya dibandingkan dengan anak yang mendapat PASI (Pengganti Air Susu Ibu) yang lebih dikenal dengan istilah “susu kaleng”. Disamping itu diperlukan pula kesabaran, kemauan perhatian penuh dan kasing sayang dari pengasuh yang akan memberi makan, khususnya ibu sendiri.

Penulis adalah: Pemerhati Kesehatan Masyarakat, berkecimpung dalam dunia pendidikan kesehatan.

Sumber: Analisadaily

September 26, 2011 - Posted by | Article

No comments yet.

Leave a comment